Minggu, 04 Mei 2014

REKTOR UNCEN TERPILIH PERIODE 2013 – 2017

Laporan Khusus Rektor Terpilih periode 2013 – 2017

Pagi itu pukul 08.00 Waktu Indonesia Timur (WIT) suasana kampus hijau yang tenang mulai digeluti dengan banyak aktivitas yang padat. Beberapa hari sebelumnya, mahasiswa telah mengemukakan pendapat dalam bentuk demo untuk melaksanakan kegiatan pemilihan rektor secara terbuka. Namun, berdasarkan hasil pengamatan kami dilapangan, hanya segelintir Civitas Akademik yang sibuk pada saat itu. Beberapa staf kepegawaian yang telah diberikan mandat khusus untuk menyukseskan jalannya kegiatan tersebut, kelihatan sangat sibuk.
 Terlepas dari itu, ada juga beberapa wartawan lokal maupun Uncen yang telah siap untuk menjalankan misi pengamatannya. Tidak banyak yang bisa diperoleh jurnalis. Pasalnya, tidak sembarang orang yang diperbolehkan memasuki ruang persidangan. Detik – detik penentuan suara, menjadi moment yang sangat berat dan menegangkan bagi seluruh civitas bahkan masyarakat Papua : “ Siapakah diantara ketiga kandidat yang layak menduduki kursi nomor 1 Universitas Cenderawasih?” demikian hal yang diperbincangkan oleh semua orang yang ada pada saat itu.

Selasa, 22 April 2014

Melihat Lebih Dekat Isi Pikiran Calon Kandidat dalam Visi dan Misi

Pernahkah kita memiliki impian? Apakah semua mimpi itu semuanya mesti terkabul? Sebagai seorang manusia yang memiliki akal dan jiwa, setidaknya pernah memiliki sebuah impian. Entah itu impian yang terkadang melebihi kapasitas kita maupun yang relevan. Tentu saja, bermimpi itu menyenangkan. Sayang, tidak semua mimpi itu selalu terwujud dan bahkan jika tercapai, kenyataannya bukan lagi menjadi kebutuhan kita.

Kamis, 29 Agustus 2013

Pendidikan : Buah Yang Berkualitas



Keselarasan Kearifan Lokal dan Kearifan Global 

Pendidikan merupakan hal yang paling fundamental terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.  Kalimat diatas jika saja sudah diimplementasikan dengan tepat, mungkin Indonesia, dalam usianya yang ke-68 ini, kita telah memetik buah dari hasil jerih payah selama ini. Sayangnya,  bukanya memetik hasil malah masih banyak membutuhkan asupan makanan yang serius dari berbagi pihak untuk mendapatkan buah yang berkualitas.
Berpatokan pada tujuan pendidikan seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD  tahun 1945 :" . .. , mencerdaskan kehidupan bangsa”, serta UU SisDikNas,  beberapa perguruan tinggi di Indonesia  telah sepakat mengemban tugas mulia yang dikenal dengan sebutan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat dengan Visi dan Misi masing – masing institusi. Sayangnya, konsep yang baik tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang dihasilkan.
Konsep yang tidak sejalan ini, disebabkan oleh berbagai faktor namun yang paling mendasar yaitu ketidaksiapan sebagian besar masyarakat negara berkembang dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi terutama dibidang pendidikan. Hal ini terkait dengan sebagian kecerdasan yang telah bergeser bahkan terhilang oleh kebiasaan – kebisaan baru.


Rabu, 21 Agustus 2013

MEMBANGUN PONDASI DAN MENATA MASA DEPAN PAPUA (2013 - 2018)


KULIAH UMUM GUBERNUR PAPUA : LUKAS ENEMBE, S.IP, MH DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Pertama kalinya dalam sejarah Universitas dan orang Papua, orang nomor satu Papua Gubernur Lukas Enembe mengadakan kuliah umum (19/08) dalam rangka penyampaian substansi Visi Misinya untuk Papua 5 tahun kedepan dihadapan Civitas Akademik (CA).  Kegiatan yang berlangsung  secara tertutup dihadapan 2000 lebih Mahasiswa itu berjalan dengan cukup khidmat. Sayang, dari hasil pemantaun kami, untuk petama kali pula kegiatan ini kemudian paling mendapatkan protes yang cukup mengejutkan dari sebagian besar Civitas Akademik. Mengapa kemudian komplain ini muncul, kita ikut saja kronologi dan alasan mendasar mengapa kegiatan ini menjadi bahan bibir CA yang kurang menyenangkan.

STADIUM GENERALE DALAM PENYAMPAIAN VISI MISI CALON REKTOR 2013


Hanya Formalitaskah Atau Sebuah Proses Pembelajaran?

Pertanyaan ini mencuat saat penyampaian Visi Misi oleh ketiga calon kandidat Rektor Uncen dalam bentuk stadium generale (kuliah umum) yang diselenggarakan dihadapan seluruh civitas akademik (8/4)  di Auditorium Uncen.  Apakah kegiatan ini diadakan  hanya sekedar formalitas untuk menjawab keluhan civitas akademika terkait pemilihan Rektor yang kesannya sangat tertutup ataukah hal ini dilakukan di Uncen sebagai bagian dari sebuah Proses Pembelajaran?

Rabu, 26 Juni 2013

CUCI MUKA DEMI SEBUAH PENGHARGAAN : ADIPURA



Mengutip sebuah pepatah “yang tampak baik di permukaan, tidak selalu seperti itu dari dalamnya”. Pepatah yang sama sekirannya dialami oleh masyarakat di lingkungan kota Jayapura beberapa hari belakangan ini. Demi mengejar Adipura, selama ini pemerintah (Walikota) sangat gencar melakukan pembersihan dan penataan kota diseluruh negeri. Sayangnya, tidak sampai satu hari menerima penghargaan Adipura, kota jayapura benar – benar kembali dalam bencana. Kini, banyak pertanyaan muncul dengan melihat kondisi kota Jayapura saat ini seperti siapa yang paling betangungjawab untuk masalah ini? Atau mengapa hal ini bisa terjadi? Dari beberapa keluhan warga yang sempat kami dengar, ada yang menyatakan: “Pemerintah (walikota) kurang tegas” ada juga yang menyebutkan bahwa “warga yang kurang peka dengan lingkungan” dan adapula yang berasumsi “pembangunan kota Jayapura yang minim akan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) terlebih dahulu”. Daripada banyak berasumsi tanpa dasar yang cukup kuat, ada baiknya kita ikuti bersama rubik ini. 


Gambar Situasi kota Jayapura 1 Minggu setelah Banjir (Gambar1 : Kerusakan Saluran Air; Gambar 2: Penyempitan Saluran Air )


Berkenaan dengan Hari Lingkungan Sedunia yang tepat jatuh pada 5 Juni setiap tahunnya serta kesadasaran Masyarakat Internasional akan pentingnya lingkungan yang seimbang bagi keberlanjutan hidup, Adipura kini menjadi topik hangat diseluruh negeri untuk digalakkan. Untuk itu, pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan program pemberian penghargaan bagi kota yang memiliki kategori keseimbangan alam serta kenyamanan yang terbaik yang diserahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Tahun ini, setidaknya ada 33 kota/kabupaten yang mendapatkan penghargaan kota Adipura untuk pertama kalinya termasuk provinsi Papua (kota Jayapura) (Sumber : http://alamendah.org/2013/06/10/daftar-kota-peraih-adipura-2013/) dan diterima secara langsung walikota Jayapura : Benhur Tomi Mamu (BTM) di istana Negara Jakarta (10/06). Sebagai warga Papua, sudah sepatutnya kita mensyukuri hal ini.  Dan juga mengapresiasi pemerintah (Walikota) atas upaya dan kerja keras yang selama ini sebagai bentuk kepedulian Pemerintah Kota akan lingkungan dengan melibatkan diri mengikuti ajang ini dan menghadiahkan penghargaan tersebut. Perlu juga diakui bahwa semenjak kepemimpinan beliau (Walikota Jayapura) yang lebih dikenal dengan BTM , penataan masyarakat maupun kota sudah sangat terasa karena cukup transparan seperti pembuatan E-KTP serta penangganan sampah sampai pada recover “wajah” kota Jayapura baru – baru ini.
Mengacu pada kriteria pemberian adipura itu sendiri serta kondisi kota selama ini, sejujurnya, Jayapura masih “jauh” dari layak untuk masuk dalam salah satu kategori penerima Adipura. Adapun kriteria penilaian tersebut mencakup :  pengendalian pencemaran, pengelolaan sampah, pelaksanaan 3 R (reduce/ pengurangan/pengelolahan), reuse/pemanfaatan kembali, recycle /daur ulang), dan pencegahan perubahan iklim, sosial, ekonomi, dan keanekaragaman hayati. Sedang indikatornya adalah kondisi fisik lingkungan perkotaan (dalam hal kebersihan dan keteduhan kota) serta pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik) yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap (Media Indonesia, 7/6/12). Berdasarkan kriteria yang ada, memang pemerintah (walikota) telah melakukan upaya yang baik dan benar dengan cara yang sederhana seperti yang dilakukan oleh teman – teman di Surabaya (penerima kencana Adipura). Hanya saja, melihat kondisi geografis dan fisik Papua serta bencana yang telah terjadi, Jayapura memang belum layak menerima penghargaan tersebut. Sayangnya, mengaca pada hal tersebut, kita malah saling mempersalahkan satu sama lainnya. Pemerintah menyalahkan warga serta pembangunan lalu yang kurang analisa mendalam, warga mempersalahkan pemerintah yang kurang tegas dan masih banyak lagi seperti dalam kutipan awal tulisan. 

Topik yang kami kemukakan diatas “Cuci Muka Demi Sebuah Penghargaan: Adipura”, mungkin saja menjadi sebuah kritikan yang cukup pedas dan lebih mengarah pimpinan kota.  Meskipun memang  peranan warga sangat dibutuhkan dalam perilaku yang baik, hanya saja untuk konteks permasalahan yang dihadapi Papua saat ini, peranan pengambil kebijakan memegang andil yang cukup besar dalam penanganan masalah lingkungan di Papua. Memang benar jika wargapun musti tanggap pada setiap kebijakan yang pemerintah keluarkan, hanya saja, karena keterbatasan kapasitas menciptakan penanganan yang juga terbatas. Seperti membuang sampah waktu dan tempat yang sudah disediakan. Sedangkan pemerintah merupakan pemilik sumber daya (sumber daya manusia, alam, dan semua) yang ada di Papua. Hal ini kami kemukakan karena selama ini, pemerintah memiliki landasan yang cukup kuat untuk itu. Setidaknya ada 2 alasan yang mendasari pernyataan diatas. Pertama, seseorang yang dipercayakan menjadi seorang pemimpin di Papua, rata – rata memiliki kepercayaan komunitas yang baik dan bisa diandalkan. Hal ini terkait dengan pelayanan pemimpin yang tersebut dimasa sebelumnya. Sehingga kepercayaan masyarakat ini dapat menjadi kekuatan bagi pimpinan untuk mengambil kebijakan demi kebaikan bersama dan wargapun secara instan dapat bersinergi. Kita ikuti beberapa bulan terakhir, lokasi tertentu yang disediakan tempat sampah, warga sudah dapat memberdayakan wahana itu dengan cukup baik meskipun tanpa sosialisasi serta bimbingan yang memadai dari dinas terkait.  Selain itu, sumber  finansial yang cukup stabil serta pemanfaatannya yang memang bertujuan untuk menolong masyarakat dari sektor manapun. Itu sebabnya semua badan kemudian bermunculan di Pemerintahan yang mewakili sektor – sektor terkait. Dengan tujuan semua sektor tersebut dapat bersinergi dengan pemerintah dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan termasuk lembaga yang dapat memberikan ide mengenai konsep penanganan 3R yang paling tepat bagi penanganan masalah lingkungan di Kota Jayapura. Untuk itu, pemimpin layaknya dapat memberikan otorisasi pada lembaga – lembaga tersebut dengan memberikan dukungan finansial yang cukup yang disertai dengan mempertimbangkan sangsi atau  penegasan yang relevan jika pendelegasian tugas tersebut tidak terlaksana dengan baik. Serta untuk usaha – usaha mandiri yang memiliki sumber finansial tersendiri, dapat memiliki aturan khusus dalam melakukan pendirian ataupun pengembangan usaha maupun pengembangan pembangunan lainnya seperti perumahan, sekolah dan sebagainya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Papua (Jayapura)memang memiliki ketertarikan sendiri untuk memperoleh penghargaan diatas. Kondisi geografis Papua yang cukup sulit tersentuh pembangunan memberikan kesan keseimbangan tetap terjaga dibandingkan dengan kota – kota lainnya yang ada di Indonesia maupun negara lainnya. Faktanya, semua ini hanya baru dipermukaan (cuci muka). Artinya, keseimbangan alam ini sesuatu yang alami dan belum tersentuh baik oleh tangan pemerintah. Selama ini penanganannyapun masih sebatas pembersihan saluran, penataan dalam kota dan belum  sampai ke pinggiran kota. Dibeberapa lokasi, misalnya kita temukan perbedaan yang sangat mencolok dalam pembangunan infrastruktur. Hal ini nampak pada gambar dibawah ini yang lokasinya tidak jauh dari Pusat Jalan Utama (hanya 5 Km dari jalan utama kota)
 Gambar atas : Gambar Jalan Utama Kota Jayapura 
Gambar atas: Gambar salah satu jalan Gang (tergolong menegah) di kota Jayapura

Atau penanganan/pembangunan jalan yang hanya berbeda gang
Gambar atas : Jalan Masuk utama Gang Vuria-Kotaraja, Jayapura 
Gambar atas : Jalan masuk Gang Wahno-Kotaraja, Jayapura 



Tak membutuhkan banyak komentar, hal tersebut kemudian nampak melalui dampak yang terjadi di Kota Jayapura 1 minggu terakhir. Kerusakan total serta aktivitas yang benar -  benar macet total.
Hal lain tidak kalah pentingnya yaitu infrastruktur yang sudah lama terbangun dan tanpa pengamatan/analisis berkelanjutan mengenai keseimbangan unsur didalamnya serta minimnya pencegahan dini dalam menangani sebuah permasalahan. Padahal, banyak sumber daya yang bisa dimaksimalkan untuk tujuan tersebut. Seperti kita ikuti bersama, setelah terjadi musibah, baru kemudian dicarikan penyebab masalah tersebut seperti komentar Bapak walikota kita BTM dalam berita Bintang Papua (13/06) menyatakan bahwa ia dan instansinya akan memperketat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta komentar Bapak wakil Walikota beberapa hari setelah musibah banjir bahwa masalah banjir merupakan masalah peyempitan dan pendangkalan daerah aliran sungai akibat penyempitan pembangunan perumahan (Cenderawasih Pos terbitan (17/11) )tentang “Sungai dan Drainase perlu di Normalisasi”. Mengutip tanggapan warga tentang “minimnya analisis dampak lingkungan”, maka komentar walikota dan wakil walikota kita kemudian menjadi “boomerang” yang kuat untuk menyatakan bahwa warga memang tidak salah menilai. Dan hal itu juga relevan dengan akibat program yang sama persis dengan program penanganan lingkungan yang  dilakukan oleh kota – kota lainnya di Indonesia  yang dapat menjadi senjata ampuh sekaligus mematikan secara simultan. Mempelajari piala Adipura Kencana yang diterima oleh teman – teman dari Surabaya dengan mengangkat wacana “Management Sampah” merupakan wacana yang tepat dan memberikan dampak yang tepat bagi mereka. Sayang, untuk penanganan yang sama di Papua, justru tidak memberikan faedah sama sekali. Sehingga, untuk konteks permasalahan di Papua,   benar – benar menjadi sebuah permasalahan yang kompleks dan membutuhkan sumber daya (manusia, waktu dan finansail) yang cukup besar.
Terlepas dari itu, sebagai warga yang baik, kita tetap perlu menunjukan perilaku yang baik untuk menjaga sinergi dengan pemerintah dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan namun penegasan pemerintah dalam mengeluarkan sebuah kebijakan saat ini memang sangat diperlukan. Tentu saja dengan konsekuensi yang sangat tinggi misalnya membutuhkan sumber daya (manusia, finansial) yang cukup kuat untuk mendapatkannya. Dengan kebijakan yang tepat serta dukungan yang cukup, saya percaya semua keseimbangan dengan sendirinya dapat tercipta sehingga resiko yang timbulpun dapat terminimalisasikan. Sehingga moment – moment penting seperti penerimaan piala Adipura itu menjadi moment yang sangat dinantikan dan membanggakan oleh seluruh komponen layaknya warga menantikan pertandingan sepakbola selama ini . Sehingga  kesan “Cuci Muka demi Sebuah Penghargaan : Adipura” serta kesan negatif  lainnya yang selama ini beredar di media massa maupun media elektronik semaksimal mungkin bisa ditekan untuk berkurang atau sebaliknya kita semua dapat memanfaatkan kesan tersebut menjadi senjata yang ampuh untuk memperoleh kinerja yang lebih berkualitas kedepannya.