Rabu, 21 Agustus 2013

STADIUM GENERALE DALAM PENYAMPAIAN VISI MISI CALON REKTOR 2013


Hanya Formalitaskah Atau Sebuah Proses Pembelajaran?

Pertanyaan ini mencuat saat penyampaian Visi Misi oleh ketiga calon kandidat Rektor Uncen dalam bentuk stadium generale (kuliah umum) yang diselenggarakan dihadapan seluruh civitas akademik (8/4)  di Auditorium Uncen.  Apakah kegiatan ini diadakan  hanya sekedar formalitas untuk menjawab keluhan civitas akademika terkait pemilihan Rektor yang kesannya sangat tertutup ataukah hal ini dilakukan di Uncen sebagai bagian dari sebuah Proses Pembelajaran?


Menurut istilah yang diberikan oleh Wikipedia (Encylopedia Electronic), tidak ada pengertian resmi mengenai stadium generale. Hanya saja pada abad ke -13 istilah tersebut muncul yang artinya tempat dimana siswa dari mana saja dapat berkumpul. Kemudian pengertian ini berkembang menjadi : 1) menerima mahasiswa dari berbagai tempat; 2) tidak terikat pada jurusan tertentu seperti kesenian tapi  juga jurusan lainnya yang setara seperti Teologi, Hukum dan Kesehatan; 3) Kebanyakan diajar oleh para Master. Istilah ini dulunya lebih dikenal dengan sebutan studia generalia karena pusat pendidikan pada abad itu berada di negara – negara Eropa seperti Italia, Perancis, Inggris, Spanyol and Portugis dengan daftar Universitas sebagai berikut : Universitas Bologna, Universitas Paris, Universitas Oxford, Universitas Cambridge, Universitas Montpelier, Universitas Salamanca, Universitas Arezzo dan beberapa universitas lainnya. Kemudian berkembang sesuai perkembangan zaman dan saat ini, istilah yang umumnya digunakan oleh Universitas – Universitas di Eropa yaitu digambarkan sebagai bagian dari perkuliahan, seminar, dan aktivitas lainnya yang bertujuan memperkuat pengetahuan akademik bagi para mahasiswa maupun masyarakat luas.
Di Indonesia sendiri termasuk Universitas Cenderawasih, pemakaian stadium general lebih dikenal dengan nama kuliah umum dan lebih banyak diterapkan pada musim penerimaan mahasiswa baru yang bertujuan untuk memperkenalkan mahasiswa baru tentang institusi yang ada. Selain itu, di Uncen sendiri, ada beberapa contoh lain penerapan stadium generale sebagai tempat menyatakan/memaparkan ideologi baru yang disajikan oleh para tenaga akademik khususnya para dosen dalam bentuk seminar, presentasi maupun diskusi panel untuk mengetahui, menggali maupun mengembangkan ideologi yang dimaksud dan konsumennya tidak terikat pada lokasi, tingkat pendidikan maupun status sosialnya.   
Bagi Uncen sendiri pengertian/pemahaman stadium generale dalam hal ini kuliah umum masih sangat terbatas karena konsumennya masih didominasi oleh mahasiswa dengan tujuan yang sangat sederhana seperti tuntutan akademik sebagai seorang mahasiswa dan sangat jarang dipandang sebagai sebuah proses pembelajaran sebagai individu yang menjadi bagian dalam lembaga pendidikan. Hal ini juga terkadang berlaku bagi semua kalangan lainnya yang ada di lingkungan Uncen maupun masyarakat luas lainnya. Sehingga stadium general (kuliah umum) ini menjadi suatu hal yang sangat kaku dan sempit manfaatnya tidak seperti awalnya penyampaian stadium general ada abad pertama.
Meskipun ada beberapa kali stadium general yang diselenggarakan Universitas dilingkungan Uncen dalam bentuk seminar, orasi ilmiah, diskusi panel dan sebagainya, secara kasat mata, selalu ditemukan 70% konsumennya masih mahasiswa (dalam hal ini mahasiswa baru) yang bertujuan ingin memahami ataupun duduk sebagai bagian dari tuntutan akademik. Salah satu penyampaian orasi ilmiah yaitu berasal dari Dosen Jurusan Antropologi Fisip : Drs Enos H Rumansara dengan judul “Pentingnya Kearifan Lokal sebagai Penyangga dalam Mengahadapi Bencana Sosial di Tanah Papua”,  yang diikuti oleh 3.296 mahasiswa baru.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, selain bertujuan memperkenalkan institusi, stadium generale ini sebaiknya digunakan untuk memberikan tempat bagi seluruh civitas akademik dalam rangka menyalurkan ideologi maupun memahami serta mengembangkan ideologi yang baru. Terkait lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai gudang ideologi bagi komunitasnya sendiri maupun masyarakatnya juga.
Saat redaksi menemui Rektor Uncen (Festus Simbiak, M.Pd) tentang pelaksanaan stadium generale kemarin, beliau menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan murni kegiatan akademik dan bertujuan untuk mengenal lebih dekat ideologi/ isi pikiran para kandidat  dalam membawa Universitas Cenderawasih dalam bentuk penyampaian Visi dan Misinya 5 tahun ke depan. 
Menurut kami, penerapan stadium general dalam penyampaian Visi Misi ketiga kandidat merupakan salah satu penerapan stadium general/kuliah umum yang paling brilliant dan akan menjadi sebuah sejarah bagi Universitas ini. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari pernyataan ini.
Pertama, pencetusan pelaksanaan kegiatan ini bertepatan dengan moment pemilihan orang nomer 1 ditingkat Universitas. Secara umum, masyarakat Papua sangat konsern dengan kepemimpinan yang ada di Papua baik itu di luar bidang pendidikan seperti pemilihan gubernur, bupati dan lain sebagainnya maupun yang ada ditingkat pendidikan seperti pemilihan Rektor. Hal ini terlihat jelas melalui antusias masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan – kegiatan yang dimaksud tersebut. Contoh pelaksanaan pemilihan gubernur dalam bentuk kampanye maupun sesudahnya yang nampak pada banyaknya masyarakat yang turut hadir dalam kegiatan yang dimaksud. Hal ini juga yang terjadi dilingkungan kampus kemarin dalam penyampaian Visi Misi kandidat. Tidak hanya mahasiswa yang menjadi pendengar/penikmat saja tapi menurut pantauan kami, ada beberapa pejabat, staf maupun dosen bahkan masyarakat awam dalam hal ini reporter yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut. Tidak hanya itu, ada beberapa mahasiswa juga yang melibatkan diri untuk membantu mempersiapkan kandidat mereka layaknya seorang Team Sukses dalam pemilu. Memang secara kuaota, tidak sebanyak kampanye kepala daerah umumya namun keterwakilan dari semua unsur yang ada benar – benar merupakan sebuah sejarah karena terpisah dari tuntutan akademik pada umumnya namun murni kemauan civitas untuk melaksanakan maupun menjadi bagian dari kegiatan yang dimaksud.  
Kedua, sebagai salah satu cara penerapan demokrasi di lingkungan kampus yang paling bijaksana. Statement ini terdorong dari pelaksanaan stadium generale ini yang muncul melalui adanya tuntutan mahasiswa tentang demokrasi dilingkungan kampus. Berdasarkan pertimbangan ini, dikeluarkanlah kebijakan akademik mengenai kegiatan stadium genarale seperti yang dinyatakan Rektor saat ini (Festus Simbiak, M.Pd dkk).  Hal ini didasari pertimbangan keberadaan Universitas Cenderawasih sebagai pusat pembelajaran  dan perkembangan peradaban orang Papua. Selan itu,  orang – orang yang dicalonkan menjadi Rektor ialah orang – orang yang dianggap telah memiliki kualifikasi terbaik sehingga mereka dianggap pakar yang ideologinya perlu untuk dicermati maupun ditelaah oleh civitas maupun masyarakat umum. Sehingga saat mencanangkan kegiatan yang dimaksud, konsumen tidak diberikan kesempatan untuk membuat pernyataan melainkan pertanyaan yang terkait dengan Visi Misi ke tiga kandidat.
Kontras memang aturan birokrasi dengan pemahaman maupun penerapan stadium generale itu sendiri. Mengacu pada UU Permendiknas No 33 Tahun 2013 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor pada Perguruan Tinggi, mestinya penyampaian Visi Misi dengan metode seperti diatas dilakukan jika kandidat yang mendaftar lebih dari 3 orang. Namun untuk menjawab keluhan civitas akademik terutama mahasiswa tentang proses Pemilihan Rektor maka telah dilaksanakan kegiatan Stadium generale yang dimaksud. Memang secara birokrasi, hal ini terlihat seperti mubasir dan menurut pendapat beberapa orang kegiatan itu hanya formalitas saja karena diluar prosedur resmi. Dan hal tersebut dapat dipahami oleh semua civitas karena dianggap tidak efektif dan efisien baik dari segi waktu maupun finansial dalam management organisasi atau kenegaraan.
Namun yang perlu diperhatikan disini, adalah  merupakan suatu langkah awal proses pembelajaran demokrasi yang baik dilingkungan kampus karena seiring dengan perkembangan zaman, model pemilihan diatas misalnya sudah akan dianggap tidak relevan lagi. Alasan yang mendasari statemen  diatas yaitu perkembangan sumber daya manusia dan iptek sehingga cepat atau lambat, masyarakat/civitas akan menilai jika pemilihan Rektor  yang telah terjadi dianggap kurang fleksibel atau terlalu monoton seperti demonstrasi/tuntutan para mahasiswa sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh masyarakat/civitas dalam hal ini Senat Universitas yang masih belum siap menerima sebuah perubahan yang tidak sesuai dengan konsep dasar sebelumnya yang didasari oleh pertimbangan terkait berbagai dampak yang tidak diinginkan kedepannya. Sehingga kegiatan diatas telah menjadi salah satu alternatif yang baik untuk menerapkan demokrasi dilingkungan kampus.
Terlepas dari itu, apapun itu pertanyaannya, Uncen sebagai sebuah lembaga pendidikan tertinggi yang pertama dan tertua di Papua tentu memiliki pertimbangan khusus dalam menetapkan kebijakannya sendiri . Yang perlu dipahami yaitu sebagai lembaga pendidikan, Uncen telah menerapkan satu lagi Proses Pembelajaran yang baik yang pertama kalinya dalam sejarah Universitas yaitu dengan mengadakan kegiatan penyampaian Visi Misi kandidat dalam metode stadium generale. Untuk itu, formal atau tidaknya kegiatan ini; bukanlah sebuah persoalan melainkan bermanfaat atau tidaknya kegiatan ini bagi pembangunan sumber daya manusia Papua itu yang juga bisa menjadi tolak ukur bagi civitas.

3 komentar: