KULIAH UMUM GUBERNUR PAPUA : LUKAS ENEMBE, S.IP, MH DI
LINGKUNGAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
Pertama kalinya dalam sejarah Universitas dan orang Papua, orang nomor satu Papua Gubernur Lukas Enembe mengadakan kuliah umum (19/08) dalam rangka penyampaian substansi Visi Misinya untuk Papua 5 tahun kedepan dihadapan Civitas Akademik (CA). Kegiatan yang berlangsung secara tertutup dihadapan 2000 lebih Mahasiswa itu berjalan dengan cukup khidmat. Sayang, dari hasil pemantaun kami, untuk petama kali pula kegiatan ini kemudian paling mendapatkan protes yang cukup mengejutkan dari sebagian besar Civitas Akademik. Mengapa kemudian komplain ini muncul, kita ikut saja kronologi dan alasan mendasar mengapa kegiatan ini menjadi bahan bibir CA yang kurang menyenangkan.
Seperti ulasan kami (http://herminjewill.blogspot.com/2013/08/stadium-generale-dalam-penyampaian-visi.html
) disitu kami membahas mengenai substansi dari
pelaksanaan sebuah pelaksanaan Stadium Generale (kuliah umum) itu sendiri yang
bersifat umum dalam penyampaian ideologi yang benar – benar baru serta
manfaatnya pada konsumen. Disana, kami mengulas mengenai penyampaian stadium
general itu sendiri yang sudah benar – benar berjalan sesuai dengan fungsinya
dalam penyampaian Visi Misi Rektor Universitas. Berdasarkan itu, hakekatnya, dapat kami
katakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan kemarin itu juga sudah sangat tepat meskipun pesertanya lebih spesifik karena
keberlangsungan acara itu yang lebih tertutup. Menariknya, justru hal itu yang
kini menjadi sebuah perbincangan hangat bagi CA. Memang benar juga bahwa untuk
konteks permasalahan ini, Pimpinan Universitas telah melakukan penegasan yang
baik dengan melakukan disiplin untuk menghargai khidmatnya perjalanan sebuah
kegiatan dengan menghadirkan pembicara yang notabene merupakan orang nomor 1
Papua. Hanya saja, hal ini bukan membuat civitas memiliki rasa respect yang
tinggi pada para pimpinan, justru sebaliknya. Setidaknya, ada dua alasan
setelah banyak mendapatkan masukan dari CA yang berhasil Redaktur himpun.
Pertama, Penegakkan aturan yang kurang berimbang dengan konsekuensi logis dari
sebuah tidakan. Misalnya tindakan yang dilakukan pejabat kemarin dengan
mengadakan kunci pintu untuk tujuan menertibkan keamanan kemarin dinilai kurang
mengkaji dengan baik situasi real dilapangan. Dalam hal ini, penegakan itu
harus relevan dengan pelayanan dasar pada CA atau Audiens. Berkaitan dengan
kondisi kemarin, banyak mahasiswa maupun civitas yang kecewa, karena untuk
kebutuhan dasar seperti makan minum saja, CA dilarang untuk keluar. Selain itu,
sebagian juga mengeluh karena kondisi AC
yang settingannya terlalu dingin ataupun mahasiswa Pascasarjana yang beradu
mulut dengan salah satu pejabat Universitas karena ingin keluar dari pintu.
Masalah lainnya, terkait suasana Mahasiswa yang semakin tidak fokus dalam
menyampaikan pertanyaan terkait materi, dan Gubernur mencoba mengontak
protokolernya untuk mengatasi kondisi tersebut itupun bahkan tidak
diperbolehkan sama sekali. Aneh tapi nyata, tapi itulah yang tejadi dalam penegakan
aturan di Universitas Cenderawasih kemarin. Kedua, terjadinya penyelewengan
tugas dan kewenangan. Contoh, selama ini tugas menjaga pintu Auditorium itu sudah
merupakan kewenangan petugas keamanan. Sayang, untuk masalah sepele seperti itu
harus ditangani secara langsung oleh Pimpinan Universitas. Aneh tapi nyata?
Lalu apa yang terjadi dengan petugas keamanan Universitas? Petugas yang sudah
berpuluhtahun mengabdikan diri pada Universitas, justru tidak dimintai saran
atau masukan sedikitpun. Atau setidaknya memberikan kesempatan kepada mereka
untuk melakukan tugas mereka dengan baik. Belajar dari pengalaman Universitas
selama ini, meskipun pihak keamanan Universitas tidak memiliki kapasitas
Pendidikan yang cukup tinggi seperti petinggi kami yang kami banggakan, merekapun
memiliki segudang pengalaman yang layak dipertimbangkan dalam menentukan sebuah
kebijakan terkait penertiban moment –
moment penting seperti ini. Tentu saja dengan tujuan untuk mengantisipasi
resiko maupun konsekuensi yang sekiranya terjadi. Menurut salah satu petugas keamanan Uncen,
mengatakan bahwa : “ Dulu waktu Rektor Kambuaya (saat ini, Menteri Lingkungan
Hidup) ada, Auditorium ini selalu terbuka tapi tidak ada masalah”. “Dan jika
Mahasiswa mau ribut, beliau selalu mendengarkan dulu sebelum mengeluarkan
statement”. Selain itu, satu hal yang tidak bisa saya lupa ketika beliau ada
yaitu beliau tidak pernah meng interfensi kami dalam melaksanakan tugas seperti
yang terjadi saat ini.” Artinya penegasan itu baik hanya saja harus dibarengi
dengan konsekuensi yang relevan. Meskipun kita mengharapkan insan CA harus siap,
kenyataannya tidak semuanya demikian bahkan kebanyakan belum siap dengan adanya
komplain yang kami dengar. Hal ini berani saya kemukakan karena untuk penerapan
disiplin seperti ini, bukan hal yang
baru bagi Universitas, sehari sebelum kegiatan ini diselenggarakanpun, Mantan
Rektor kami (saat ini : Ketua Koopertis Wilayah Papua dan Papua Barat): Festus
Simbiak, M.Pd dan Rekotr saat ini : Prof Dr Karel Sesa, M.Si juga telah
memberlakukannya secara tidak langsung pada saat menyelenggarakan kegiatan
Pembukaan PKKMB. Bedanya, disitu semua civitas sangat menghargai pendekatan
tersebut dibandingkan yang kemarin dengan penerapan disiplin yang sangat
fleksibel. Disitu terlihat jelas bahwa CA sangat menghargai tindakan tersebut
yang memberlakukan penegasan semi – open dengan tidak melakukan tindakan
anarkis sedikitpun. Itu sebabnya untuk sesuatu yang baru diterapkan di
Universitas atapun dimana saja, yang kami permasalahkan sebenarnya bukan
kebijakannya namun keseimbangan dari kebijakan yang diambil agar seminimal
mungkin mampu menekan konsekuensinya. Dan untuk kasus ini, menurut kami, memang penegasan ini sudah
merupakan hal yang sangat substansial bagi CA dan Lembaga ini karena kami sangat yakin
bahwa manfaat yang akan diperoleh dari penegasan kemarin akan sangat besar bagi
CA namun kami tetap mengharapakan dalam penerapannya juga perlu
mempertimbangkan semua konsekuensi logis yang sekiranya terjadi kedepan.
Dalam orasinya berdasarkan Visi : Papua Bangkit, Papua Mandiri dan Papua
Sejahtera dengan prinsip “Kasih
menembus Segala Perbedaan”, Lukas Enembe : Gubernur Provisi Papua
menyampaikan orasi ilmiahnya sangat rileks dan tegas bahkan dalam menjawab
seluruh pertanyaan yang dilontarkan oleh CA. Visi ini kemudian beliau tuangkan
dalam bentuk 100 hari kerja yang menghasilkan rumusan pembangunan 5 tahun
kedepan: “Membangun Fondasi dan Menata
Masa Depan Papua”. Dengan beberapa strategi pengembangan Papua jangka lima
tahun yang beliau tawarkan kepada Audiens sebagai berikut :
• Strategi pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat (sandang, pangan,
papan)
• Strategi Pembangunan Masyarakat Adat berbasis Kampung
• Strategi Pengembangan Sumber Daya Alam yang
Berkelanjutan
• Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
• Strategi pengembangan Fungsi Kawasan-Kawasan
Potensial Ekonomi
• Strategi Pembangunan Wilayah Perbatasan
(Negara, Provinsi, dan Lintas Kabupaten/Kota)
• Strategi Pengembangan Kawasan Tertinggal,
Pedalaman, dan Pulau-Pulau Kecil
• Strategi Penataan Kawasan Perkotaan
• Strategi Peningkatan Infrastruktur Wilayah dalam mendukung Peran Pusat-Pusat
Kegiatan (growth-centre) dan Pelayanan Masyarakat (community-based)
• Strategi Pengembangan Kawasan Khusus (ekonomi,
sosial budaya, konservasi, dan kawasan lainnya)
• Strategi pengembangan pengwilayahan komoditas
• Strategi pengembangan sumberdaya manusia yang berdaya saing
• Strategi reformasi
birokrasi (penciptaan pemerintahan yang bersih & bebas dari KKN)
Menurut kami, pemaparan ini merupakan sebuah
pemaparan yang sangat kompleks namun ringkas. Sejujurnya, ideologi ini sungguh
luar biasa. Untuk itu, Gubernur beserta para Team yang sudah merancang ideologi
ini, sangat layak untuk mendapatkan ancungan jempol dari seluruh khalayak.
Hanya saja, substansi yang baik ini kemudian tercemar dengan permasalahan
teknis yang tejadi kemarin, itu sangat kami sesalkan. Ini merupakan prediksi
yang menyebabkan ketidaksembangan diatas dapat mencuat sampai pada penegasan
aturan yang kurang proporsional. Hal yang paling mendasar yang memicunya hal
ini, menurut pantauan kami yaitu kurang berfungsinya Kehumasan dan
Keprotokoleran Universitas maupun Gubernur. Untuk acara ini, kami sendiri yang
berkecimpung dibidang ini, tidak direkomendasikan tugas penting ini sebagai
penyambung lidah yang menyuarakan pentingnya kegiatan ini bagi CA sendiri
maupun masyarakat Papua. Menimbang : fungsi dan manfaat stadimun generale itu
sendiri yang sesuai dengan nilai budaya Papua. Misalnya untuk kami masyarakat
pegunungan, secara tradisi, tempat orang berkumpul untuk memaparkan ideologi
seperti kemarin dikenal dengan sebutan “KUNUME”
(tidak tahu dengan suku lainnya yang ada di Pulau Cenderawasih?). Untuk itu, saya dengan sangat yakin berani
mengatakan bahwa Gubernur kita (NB : salah satu Putra Gunung) masuk Universitas
Cenderawasih untuk memaparkan ideologi karena beliau tahu dan sadar bahwa Uncen
merupakan KUNUME-nya orang Papua.
Tempat ini menjadi sangat penting baginya dalam memaparkan ataupun menampung
ideologi baru dengan harapan CA maupun masyarakat Papua siap sinergi dengan
segala kebijakan kedepan. Sayang, untuk konteks ini, kami (Humas Universitas)
bahkan tidak diberikan kebebasan untuk menggunakan kewenangan kami di
Auditorium kemarin apalagi Keprotokoleren Gubernur, seperti sudah kami paparkan
diatas, diperbolehkan masuk saja sulit apalagi warga Papua yang benar – benar
tidak terikat dengan Universita Cenderawasih. Memang benar, itupun tidak
sepenuhnya kami persalahkan pada Pimpinan Universitas. Terkait, mungkin saja
itu karena kelalaian pihak ke-Humasan atau Ke-protokeleran itu sendiri yang
kurang disiplin. Berbicara mengenai disiplin, secara kodrat, manusia itu sama
nilainnya. Yang kami permasalahkan tentang penegakkan disiplin disini, jika
memang aturan itu harus ditegakkan, mengapa itu tidak diberlakukan bagi seluruh
insan (termasuk petinggi Universitas maupun Petinggi Papua). Dari informasi
yang kami peroleh, Gubernur sendiri bahkan hadir telat. Bagaimana kemudian
aturan tersebut dituntut untuk ditegakkan? Bagi kami, Orasi Ilmiah kemarin
merupakan hal yang sangat penting dan mendasar dan layak disimak oleh seluruh CA
bahkan warga Papua. Sayang, terkait semua peristiwa diatas, hanya sebagian
kecil manusia Papua yang mendengarkannya dan itupun mungkin hanya 1% orang saja yang memahami, mengkritisi dan
mungkin saja nol koma sekian persen saja yang memahami dan siap sinergi dengan
segala kebijakan Beliau kedepan. Dan sebagian besar CA atau masyarakat yang bisa memberikan sumbangan ide mungkin
saja masyarakat yang berada dijalanan yang tidak diperbolehkan petugas untuk
hadir kemarin.
Mempelajari hal diatas kemudian, banyak warga
yang mungkin merasa sangat prihatin dengan keadaan ini. Untuk itu saat tulisan
ini kami naikkan, sama sekali tidak ada maksud kami untuk memprovokasi namun
murni untuk membenahi segala sesuatu yang terjadi yang tidak sesuai dengan hati
nurani sebagian CA atau warga namun juga membenahi segala yang ada seperti
motto Enembe 5 tahun kedepan : “Membangun
Fondasi dan Menata Masa Depan Papua”. Untuk itu, sebagai CA atau warga
negara yang baik, kita bisa menjadikan ini sebagai bahan pembelajaran. Yang
baik kita pakai untuk membenahi hidup kita dan yang tidak kita buang atau kita
simpan untuk digunakan seperlunya kelak jika dibutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar